BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kabupaten Melawi merupakan salah satu
kabupaten yang ada di Kalimantan Baarat. Kabupaten Melawi dengan Ibukotanya
Nanga Pinoh juga menyimpan berbagai cerita menarik mulai dari asal nama Nanga
Pinoh serta peperangan yang terjadi antar kerajaan sebelum kemerdekaan
Indonesia atau lebih tepatnya sebelum diproklamirkan Kemerdekaan Indonesia pada
tahun 1945 oleh Bung Karno (Ir. Soekarno) dan Bung Hatta (Moch. Hatta).
Kabupaten Melawi merupakan salah satu
diantara 11 Kabupaten yang berada di Kalimantan Barat. Melawi berbatasan dengan
Kecamatan Dedai (Kabupaten Sintang), di
sebelah Utara, berbatasan dengan Kecamatan Tumbang Selam, Provinsi Kalimantan Tengah, di
sebelah Selatan, dengan Kecamatan Serawai (Kabupaten
Sintang), di sebelah Timur dan dengan Kecamatan Sandai (Kabupaten
Ketapang) di sebelah barat. Ibukota kabupaten Melawi adalah
Nanga Pinoh, yang biasa dikenal dengan sebutan Kota Juang.Seperti
Kabupaten-Kabupaten lain, di Kabupaten Melawi juga terdapat
peninggalan-penilnggalan sejarah. Perjuangan para tokoh masyarakat juga
berperanan di dalam perjuangan memperebut kemerdekaan dari tangan penjajahan
Belanda maupun Penjajahan Jepang.
Dikatakan bahwa di Melawi banyak terdapat
pertumpahan darah akibat peperangan melawan Penjajahan. Hal ini terbukti dengan
adanya Benteng bekas pertahan pemerintahan Belanda di pantai sungai Pinoh
tepatnya Desa Tanjung Niaga. Dalam memperebutkan kemerdekaan di Melawi terjadi
peperangan antara pejuang di Melawi di bantu juga oleh pejuang-pejuang lain
dari daerah tetangga seperti Sintang, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas.
Masalah-masalah yang dimaksud adalah :
1. Mengetahui
asal mula nama Nanga Pinoh yang masih asing di Kalimantan Barat maupun di
Indonesia ?
2. Bagaimana
persiapan sebelum peperangan ?
3. Apa
tujuan peperangan dan alasan terjadinya peperangan ?
4. Bagaimana
nasib para pejuang kemerdekaan tersebut dan Bagaimana
kehidupan Masyarakat Melawi setelah
peperangan tersebut berakhir ?
C. Batasan Masalah
Dalam Makalah ini hanya akan membahas
mengenai asal mula nama Nanga Pinoh sebelum kemerdekaan yang merupakan sistem
Kerajaan Hilir dan Kerajaan Hulu, dan sejarah peperangan pejuang di Melawi
melawan penjajahan Belanda setelah Kemerdekaan. Sebagai reaksi dalam menyambut
Proklamasi yang telah di bacakan oleh Ir. Suekarno di Jakarta tanggal 17
Agustus 1945.
D. Manfaat Penelitian
Setelah melakukan pencarian sumber data
dengan cara wawancara, semoga bermanfaat buat kita. menceritakan kembali
sejarah perjuangan yang ada di Melawi Nanga Pinoh, karena memang Sejarah
perjuangan di Melawi sedikit sekali yang mengetahuainya, padahal di Melawi
banyak terjadi pergolakan, bukan Cuma di Nanga Pinoh, tapi juga di daerah lain
seperti di Desa Madong Raya, Kecamatan Tanah Pinoh (Kota Baru), di Serawai,
Nanga Sayan, dan Nanga Sokan.
E. Tujuan Peneletian
Makalah ini bertujuan untuk,
menambah ilmu pengetahuan kita bangsa Indonesia, Khususnya Kalimantan Barat
untuk lebih dalam lagi mempelajari sejarah lokal atau peristiwa-peristiwa yang
ada di Kalimantan. Makalah ini mudah-mudahan memotivasi kita untuk bersama-sama
terus mencari sejarah lokal yang belum tergali dari para Tetua di pedalaman
setiap Kabupaten.
Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk
memperkenalkan kepada khalayak ramai bahwa di Melawi atau Nanga Pinoh juga
terdapat cerita sejarah yang menarik untuk digali dan diceritakan kembali serta
peninggalan sejarah dan kisah-kisah sejarah pada zaman penjajahan Belanda.
Sesuai dengan pesan Nara Sumber peneliti yang
mengatakan 1. “kian udah nyaman maso tuk, udah ndog perolu betaroh nyawo
lagi nak medeka, nesik kian betaroh nyawo dengan beperang segalo macam kami
dolok tih” yang artinya “Kalian sudah enak sekarang, sudah tidak
perlu bertaruh nyawa lagi untuk merdeka, tidak bertaruh nyawa dengan
berperang seperti kami dulu”.
2. “dolu te kalau ado tentaro belano datang,
lo kaban berono berogo dengan senyato kito arus ditabok, kalau nadok ditabok
diamik dok”.
Artinya : “dulu kalau ada tentara Belanda
datang, segala barang berharga dan senjata harus disembunyikan, kalau tidak
disembunyikan diambil mereka”.
F. Kerangka Teori
Dalam melakuakan penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan kekeluargaan, karena penulis sendiri berasal dari
Kabupaten Melawi yaitu Kecamatan Sayan, jadi hal ini sangat membantu dalam
mencari data. Penulis mewancarai orang yang dianggap tahu akan sejarah
memperebutkan kemerdekaan di melawi.
G. Metode Penelitian
1. Historistis
merupakan langkah awal dalam penelitian
sejarah untuk berburu dan mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait dengan
masalah yang sedang diteliti. Misalnya dengan melacak sumber sejarah tersebut
dengan meneliti berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para
saksi sejarah.
2. Historiografi (Penulisan Sejarah),
Historiografy (Penulisan Sejarah), adalah
proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi
dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap
data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar
untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibavca orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lintas Sejarah
Dahulu kotaNanga Pinoh terletak di Tekelak,
pada tahun 1862 karena pantainya yang curam dan sulitnya bongkar muat sehingga
secara berangsur mereka pindah ke seberang yaitu di Nanga Pinoh
sekarang. Pada jaman
dahulu sebagian kota Nanga Pinoh yaitu sepanjang tepian sungai Melawi (sekarang
jalan Garuda) adalah rawa-rawa.
Pada tahun 1891 berdiri badan urusan
Pernikahan dan Kematian, ini dibuktikan dengan prasasti Wu Chi Than oleh
perkumpulan Sip San Sa (tahun 34 dinasti Kwang Si). Oleh karena penduduk
semakin bertambah, terutama marga Lai, maka dibukalah Sekolah Dasar Tionghoa
yang pertama tahun 1902-1965.
Orang-orang Tionghoa membawa serta
kepercayaan leluhurnya dengan menganut kepercayaan Kong Hu Cu dan membangun
Klenteng pertama pada sekitar tahun 1885 di tepi sungai Melawi waktu itu,
persisnya di ujung lapangan basket yang sekarang, kemudian dipindahkan oleh
Belanda pada tahun 1927.
Pada tahun 1928 terjadi kebakaran hebat di
sepanjang tepian sungai Melawi dan menghanguskan 40-an rumah. Karena hebatnya
kebakaran, roda perekonomian terganggu sampai berbulan-bulan. Hal ini terjadi
karena untuk datangkan sembako dari Pontianak dengan angkutan sungai yang waktu
itu disebut kapal bandung, perlu waktu yang
lama.
Selain sebagai tempat sembahyang, komunitas
etnis Tionghoa waktu itu sering menjadikan Klenteng sebagai lokasi untuk
menyelesaikan masalah-masalah kehidupan, konflik dan
sengketa.
Sejak dahulu orang-orang Tionghoa jika
membuka usaha, lahan bisnisnya pasti berada di pertemuan dua sungai, ini
dimaksudkan agar dagangan dari kedua hulu sungai akan singgah dan menjual
dagangannya. Sampai sekarang kita masih bisa melihat jejak petualangan mereka.
Contohnya di kota Sintang yang diapit dua sungai yaitu sungai Melawi dan
Kapuas, mereka berdagang dan tinggal di antara sungai tersebut. Di kota Sekadau
juga berada di antara dua sungai yaitu sungai Kapuas dan sungai Sekadau,
demikian juga kota Sanggau berada di antara dua pertemuan sungai, yaitu sungai
Kapuas dan sungai Sekayam, dan demikian seterusnya. Orang Tionghoa pada umumnya
lebih merayakan Imlek sebagai hari besar, ketimbang hari-hari besar lainnya.
Ada kebiasaan mereka menempelkan kertas merah pada pintu rumah,
jendela-jendela, bangku, meja, lemari dapur, kue keranjang bahkan sampai di
tungku.
Seiring masuknya kolonial Belanda di Nanga
Pinoh dan berkembangnya kota Nanga Pinoh, mulailah dikerjakan jalan
Sintang-Nanga Pinoh dan Nanga Pinoh-Kota Baru. Pengerjaan dengan pengerahan
tenaga Rodi, sehingga jalan Nanga Pinoh-Kota Baru sering disebut jalan 40 hari
(karena pekerja Rodi bekerja selama 40 hari per tahun). Tahun 1931
kolonial Belanda membangun pasar pagi yang tahan api , tetapi pasar ini pun
terbakar ludes tahun 2003.
Missionaris Kristen Protestan Pendeta Robert
Mao masuk ke Nanga Pinoh pada tahun 1937, dan mengadakan penginjilan di
tepi-tepi jalan Kota Nanga Pinoh. Missionaris Kristen Katholik Pastor Linsen
(Chong Si Sin Fu) datang pada tahun 1947 dan berkedudukan awal di Serawai, dan
Suster Helena (Thai Ku Nyong) dari negeri Belanda pertama kali membuka balai
pengobatan di Nanga Pinoh.
Pesawat Cessna MAF (Mission Aviation
Fellowship) pertama mendarat di lapangan perintis Nanga Pinoh tahun 1970.
Seiring kemajuan Kalimantan Barat, khususnya Nanga Pinoh, bis antar kota sudah
menembus kota Nanga Pinoh pada tahun 1983. Dan pada tahun 1986, pesawat DAS
(Dirgantara Air Service) resmi menerbangkan rute Pontianak-Nanga Pinoh. Pada
tahun 1996 pesawat DAS (PK-PIS) yang diterbangkan oleh pilot Agung Kuncoro
jatuh di bukit Saran dan menewaskan 10 penumpangnya dan 1 penumpang selamat
yaitu ibu Nur Intan.
Karena lancarnya arus angkutan darat maka sejak tahun 1990 angkutan sungai dengan kapal bandung mulai ditinggalkan.Di tahun 2003 Kota Nanga Pinoh diresmikan menjadi Kabupaten Melawi dengan Bupatinya Drs. Suman Kurik, MM.
Sampai sekarang kota Nanga Pinoh telah berkembang menjadi suatu wilayah perdagangan meliputi wilayah Kota Baru, Serawai, Ella dan lain-lain.
Karena lancarnya arus angkutan darat maka sejak tahun 1990 angkutan sungai dengan kapal bandung mulai ditinggalkan.Di tahun 2003 Kota Nanga Pinoh diresmikan menjadi Kabupaten Melawi dengan Bupatinya Drs. Suman Kurik, MM.
Sampai sekarang kota Nanga Pinoh telah berkembang menjadi suatu wilayah perdagangan meliputi wilayah Kota Baru, Serawai, Ella dan lain-lain.
B. Mengetahui
Asal Mula Nama Nanga Pinoh yang Masih Asing di Kalimantan Barat
Maupun di Indonesia
Berdasarkan cerita para Tetua di Daerah Sayan
dan sekitarnya, ternyata nama Sungai Pinoh pada zaman dahulu adalah Sungai
Penuh (penuh dengan kayu), di ceritakan bahwa pada zaman dahulu sering terjadi
perang antar Kerajaan Hulu (Daerah Sokan, Kota Baru (sekarang Kecamatan Tanah
Pinoh) dan Nanga Sayan) dengan kerajaan hilir (Nanga Pinoh dan Sintang) maka
Raja Daerah Hulu memberi perintah kepada seluruh Prajurit dan Rakyatnya untuk
menebang semua pohon yang dekat sungai dengan tujuan supaya sungai menjadi
penuh dengan kayu, dengan demikian pasukan Hilir tidak bisa menyerang ke Hulu
(pada zaman dahulu belum ada jalur darat), benar saja ketika pasukan Hilir mau
menyerang mereka menemukan sungai yang penuh dengan kayu sehingga mereka tidak
bisa lewat. Dan mulai saat itu semua prajurit dan warga sekitar sungai menyebut
sungai tersebut dengan nama Sungai Penuh. Adapun sekarang menjadi Sungai Pinoh
itu hanya karena perkembangan zaman dan seiring dialek kebahasaan masyarakat
sekitar yang berubah. Bahakan sekarang berkembang menjadi sebutan Nanga Pinoh,
karena memang Sungai Penuh atau Sungai Pinoh sebutan sekarang berada di nanga.
C. Bagaimana Persiapan
Sebelum Peperangan
Setelah sekian lama ditunggu-tunggu oleh
rakyat Indonesia, akhirnya Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno
dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini tidak terlepas dari peran para
tokoh yang berjuang menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan. Sarana
penyebaran berita Proklamasi Berita proklamasi yang telah meluas di Jakarta
segera disebarluaskan keseluruh wilayah Indonesia bahkan keseluruh dunia.
Berita proklamasi pada waktu itu di Melawi
masih simpang siur informasinya. Setelah mendapatkan penjelasan yang pasti dari
H.Yusuf Haris, barulah Al-Ustadz Bagindo Jalaludin tidak ragu lagi.
Kelompok Pejuang Merah Putih merupakan salah
satu kelompok perlawanan rakyat yang sangat gigi. Nilai-nilai kepahlawanan
tumbuh dengan sangat kuat di dada mereka demi menjaga nama bangsa Indonesia
dari para penjajah. Dimana, darah dan nyawa sebagai taruhannya dalam mengusir
para penjajah.
Selain itu para pejuang Melawi juga meminta
bantuan kepada para pejuang lain yang ada di daerah sekitarnya seperti meminta
bantuan kepada Sintang dan tetangga lainnya. Di Melawi sendiri selain BOPMP,
juga terdapat kesatuan lain yang Menjadi salah satu sarana perjuangan
memperebutkan kemerdekaan yaitu Kesatuan Batalyon Mandau Telabang yang di
pimpin oleh seorang asal Kalimantan Tengah yang bernama Kapten Markasan. Nasab
beliau adalah Markasan bin H.M Sa’ad bin Cik Aji.
Selain dua organisasi tersebut, yang ikut
berperang memperebutkan Kemerdekaan di Melawi adalah dari Banjarmasin yang di
sebut dengan pasukan Beruang Merah dan juga bantuan dari Kalimantan Tengah yang
di sebut dengan pasukan Anjing Hitam, dan bergabunglah di Melawi dengan Laskar
Merah Putis, tiga organisasi ini tergabung dalam satu kesatuan yaitu Kesatuan
MN 1001 MTKI/TNI.
Dengan bergabungnya berbagai organisasi
perjuangan tersebut, maka sudah cukup kuatlah kekuatan, dan dengan demikian
menghadapi perang Melawi sudah siap untuk menyerang benteng Belanda di Kampung
Tanjung Niaga.
D. Peperangan Memperebutkan
Kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia direbut melalui
perjuangan cukup panjang dengan penuh tetesan keringat dan darah, serta nyawa
yang tidak ternilai harganya. Para pejuang pendahulu berjuang tanpa pamrih
dengan semboyannya “Merdeka atau Mati”.
Begitu pula di Kabupaten Melawi, yang pada
zaman kolonial Belanda, para pejuang terdahulu merebut kemerdekaan dengan
semangat berkorban. Melalui Pejuang Merah Putih dibawah komandan Bagindo
Jalaludin.
Dengan gabungan kekuatan yang sudah ada,
membuat tentara Belanda gentar. Belanda menarik mundur pasukannya baik yang ada
di Sintang dan Nanga Pinoh, pasukan tersebut ditarik ke Sanggau. Kecuali Polisi
Belanda orang Indonesia. Mereka tetap berada diposnya.
Setelah dirasa sudah cukup persiapan
peperangan, maka pada tanggal 10 November 1946, pada dini hari, maka
dailakukanlah penyerangan terhadap benteng Belanda di Tanjung Niaga.
Kopral Norbet sendiri pada waktu itu ikut
berperang, beliau berangkat dari Madong Raya bersama tiga temannya bernama
Kapten Markasan, Letnan Ohon, dan Sersan Dumek. Mereka berangkat dari Madong
Raya pada malam hari dengan menggunakan perahu kecil hal ini supaya tidak di
ketahui oleh pihak musuh. Mereka singgah di Tanjung Elai, yang dikatakan bahwa
di sinilah Markas Pejuang Merah Putih, akan tetapi tidak ada bukti fisiknya. Di
Tanjung Elai sudah berkumpul para pejuang lain yang siap untuk menyerang
benteng Belanda.
Dalam masa penyerangan menduduki benteng
Belanada tersebut, telah menelan banyak korban jiwa. Pada 10 November 1946,
dini hari. Pada waktu itu Benteng Belanda di pimpin oleh Controleur L.J Herman,
yang di juluki Komandan Gila oleh para pejuang sebagai bukti kekesalannya
terhadap Belanda.
Peperangan berlangsung cukup sengit dan
banyak menelan Korban baik dari kubu Pejuang Melawi maupun dari kubu Belanda.
Kopral Norbet pada waktu itu berperan sebagai penembak jitu dengan menggunakan
Senapan Lantak, dan melauli peperaang yang cukup lama akhirnya peperanagn
tersebut di menangkan oleh Pejuang Melawi.
Dengan kemenangan tersebut maka dikibarkanlah
bendera Merah Putih di Melawi, tepatnya di Nanga Pinoh pada esok harinya
tanggal 11 November 1946. Bedera Merah Putih berkibar dengan
megahnya dan disambut Rakyat sangat bergembira pada waktu itu, melihat bendera
Indonesia berkibar melambai-lambai di Bumi Persada.
Bagindo Jalaludin kemudian kembali ke Nanga
Pinoh. Akan tetapi, malang tidak dapat ditolak, mujur tidak dapat diraih, pada
tanggal 15 November 1946, siang hari, tentara KNIL datang dari Pontianak dengan
tiga buah Motor Nirub. Membawa pasukan Belanda dan persenjataan modern yang
lengkap. Sembelum mendarat, pasukan Belanda menembakkan peluru secara membabi
buta.
Kemudian terjadilah pertempuran sengit antara
pasukan kesatuan Pejuang Merah Putih yang bersenjatakan Karaben dan Golok,
dengan tentara KNIL yang memiliki persenjataan canggih serta memadai. Menurut
Kopral Norbet, tiga buah kapal nirub tersebut bisa sampai ke Nanga Pinoh,
dikarenakan kapal tersebut tidak di cegat oleh Pejuang Merah Putih Sintang,
karena memang tiga buah kapal nirub tersebut bersenjatakan lengkap dengan
meriamnya, jadi Pejuang Merah Putih Sintang tidak berani mencegatnya.
Dengan persenjataan yang sealakadarnya yang
dimiliki oleh Pejuang Melawi maka sudah di pastikan pejuang Melawi mengalami
kekalahan. Kedatangan tiga buah kapal Nirub tersebut langsung singgah di pantai
sungai tepat di Kampung Liang, kampong yang berseberangan dengan Kampug Tanjung
Niaga, yang menjadi tempat terletaknya Benteng Belanda.
Raden M. Syamsudin bin Raden Panji
Abdurahman, Raja Sintang ke 28, dipecat dari pangkatnya akibat membuat
pernyataan bahwa, rakyat Kerajaan Sintang berdiri di belakang BOPMP Republik
Indonesia. Setelah itu, Pejuang Merah Putih mundur dan masuk ke hutan di hulu
Sungai Pinoh. Sedangkan Bagindo Jalaludin beserta isteri dan anaknya,
menyelamatkan diri ke dalam hutan, setelah sebelumnya mendapat ancaman untuk
dibunuh.
E. Kehidupan Setelah
Peperangan
Pimpinan Pejuang Merah Putih, Bagindo
Jalaluddin Khadim. Beliau beserta keluarga lari dari Nanga Pinoh dengan
didampingi seorang penunjuk jalan, seorang lelaki Suku Dayak bernama Dayah atau
Taher Bora. Melalui kampung-kampung seperti Nanga Kelawai, Sungai Mangat, Kayu
Baong, Nanga Sasak, Mancur, Entapang, Sapau di Kalimantan Tengah.
Setelah terus menghindar dari kejaran tentara
KNIL, akhirnya Bagindo Jalaludin beserta anak dan isterinya tertangkap oleh
tentara KNIL dari Kalimantan Selatan. Anak dan isterinya dilepaskan dan
akhirnya kembali ke Kota Baru. Bagindo Jalaludin langsung dibawa ke
Banjarmasin, kemudian diteruskan ke Jakarta, dan dipenjara di rumah tahanan
Cipinang.
Dari Jakarta, selanjutnya dikirim ke
Pontianak. Atas keputusan peradilan NICA Belanda, Bagindo Jalaludin Kahtim
dihukum enam tahun penjara. Setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB)
antara Indonesia dan Belanda, yang menghasilkan penyerahan kedaulatan bangsa
dari Negeri Belanda ke Republik Indonesia.
Pada 27 Desember 1949, Bagindo Jalaludin
dibebaskan dari penjara. Dia melakukan sujud syukur. Dari hasil perjuangannya
terdahulu, Bagindo melantunkan senandung yang berbunyi, “Dua kali perang
tebidah. Naga Payak kubu belansai. Kalau dikenang masa yang sudah, air mata
jatuh berderai.”
Pada tahun 1957, beliau jatuh sakit, akibat
menderita sakit paru-paru dan dirawat di Rumah Sakit Umum di Sintang. Pada
1958, dalam usia 50 tahun, Bagindo Jalaludin wafat. Dia disemayamkan di kampung
halamannya di Pariaman Padang, Sumatera Barat. Tepatnya di Alahan Tabek, Basuk
Sikucur.
Sepeninggalan Bagindo Jalaludin, anak-anak
Nanga Pinoh, khusussnya pelajar pada masa itu, oleh gurunya di sekolah dalam
mengenang jasa para pahlawannya menyanyikan lagu perjuangan yang berbunyi,
Gerilya Nanga Pinoh Dua Tiga Lusin, Senjatanya ada Dua Belas Pucuk Karaben.
Selain Itu Pisau dan Siken, Penghulunya itu Bagindo Jalaludin.
Kapten Markasan dan Tk. Liwan merusaha
mengkoordinir pasukan, tapi usaha tersebut sia-sia karena hubungan dari hutan
ke hutan tidak menentu. Serangan pasukan Belanda tetap di luncurkan, hal ini
jadi penghambatnya.
Sekarang Desa Madong Raya Kecamatan Tanah
Pinoh di bangunlah sebuah Monumen berupa tugu yang di beri nama Tugu
Perjuangan 1946 berupa tugu bambu runcing. Mungkin hal ini ada kaitannya
dengan alat perjuangan waktu itu yang menggunakan bamboo runcing. Sebagai
tanda di tempat tersebut merupakan salah satu tempat yang bersejarah dan banyak
Melahirkan pejuang. Seperti Kopral Norbet, Sersan Dumek dan Letnan Ohon yang
merupakan orang asal Madong Raya. Tugu Perjuangan 1946 di bangun di pesisiran
Sungai Pinoh berdekatan dengan komplek makam keluarga Kapten Markasan serta
pejuang di masa itu. Tugu ini di bangun di masa pemerintahan Gubernur
Kadarusno.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Proklamasi kemerdekaan di Jakarta,
maka mulai mennyebarlah berita kemerdekaan tersebut ke seluruh penjuru tanah
air. Termasuk juga ke Melawi, dengan bantuan seorang penyebar berita
kemerdekaan yaitu Haji Yusuf Haris Pada 15 Maret 1946. Beliau datang dari
Sumatra melalui daerah Ketapang dan tiba di Melawi, setibanya di Melawi berita
tersebut di ceritakan kepada Al-Ustadz Bagindo Jalaludin Kahtim dan A.M Djohan
yang merupakan tokoh perjuangan dimasa itu. Menanggapi hal tersebut, maka di
bentuklah BOPMP (Badan Organisasi Pemberontak Merah Putih) tujuannya adalah
untuk berjuang dibidang politik, akan tetapi pada perkembangannya BOPMP ini
menjadi wadah perlawanan terhadap penjajah bukan hanya melalui politik tapi
juga perlawanan terang-terangan berupa peperangan. BOPMP ini dikenal juga
dengan nama Pejuang Merah Putih, Pejuang Merah Putih inilah yang nantinya
menjadi pelopor perlawanan melawan tentara Belanda di bantu juga oleh
organisasi perjuangan lainnya Seperti bantuan dari Kalimantan Timur yaitu pasukan
Beruang Merah dan dari Kalimantan Tengah yaitu pasukan Anjing Hitam, yang
bersatu dengan nama Kesatuan MN 1001 MTKI/TNI. Hal inilah yang memperkuat
kembali kesatuan perjuangan di Melawi.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan setelah
menulis hasil makalah ini, maka dari itu penulis menyarankan kepada pembaca
untuk sama-sama mencari kembali sejarah-sejarah loal yang ada di daerah kita
masing-masing, baik itu sejarah dimasa kerajaan maupun dimasa kolonial dan
bagaimana pejuangan memperebutkan kemerdekaan. Ini semua untuk memotivasi kita
agar kita lebih giat lagi mengingat kenangan tentang perjuangan pahlawan dalam
memperjuangkan daerah yang kita pijak dan kita lahirkan ini. Bagi saya menjadi
suatu kebangga tersendiri bisa mengungkap sejarah dikabupaten saya sendiri.
Karena pada tanggal hari ini adalah bertepatan dengan hari pahlawan, maka dari
itu, saya selaku mahasiswa mengucapkan selamat hari Pahlawan yang ke-67, Bangsa yang
besar adalah bangsa yang menghargai pemimpinnya (Soekarno).
Sumber blog habibpadilah